Oleh Kholis Bakri

MKI Media-Bagi umat islam di indonesia takbir  menjadi salah satu pertanda ramadhan telah berakhir… dan hari bahagia pun iedul mubarok telah tiba.  Itulah hari raya iedul fitri.  Ungkapan bahagia sering diungkapkan untuk merayaan sebuah hari istimewa dengan berbagai bentuk cara.

Masyarakat arab pada masa jahiliyyah juga memiliki sebuah hari raya sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata “Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam datang ke madinah dan (pada saat itu) penduduk madinah memiliki dua hari raya yang dipergunakan untuk bermain (dengan permainan) di masa jahiliyyah. lalu beliau bersabda: ‘aku telah datang kepada kalian, dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyyah. sungguh Alloh telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yakni hari nahr (’iedul adha) dan hari fitri (’iedul fitri).” (HR. Ahmad dan Abu dawud)

Dua hari raya yang dimiliki penduduk madinah saat itu adalah hari nairuz dan mihrojan yang dirayakan dengan berbagai macam permainan. Kemudian,  Alloh Ta’ala mengganti kedua hari itu dengan dua hari raya untuk hamba-hamba-nya.

Karena itulah penetapan hari raya bersifat taufiqiyyah, artinya harus sesuai dengan ketentuan syariat dari Allah dan Rasulnya. Perayaan ‘iedul fitri merupakan salah satu bentuk ibadah, yang harus memenuhi dua syarat, yaitu  ikhlas  ditujukan hanya untuk Alloh semata dan  ittiba’ artinya sesuai dengan tuntunan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam.

Inilah Iedul Fitri,  hari raya yang setiap orang mengenakan pakaian terbaiknya tapi bukan untuk ajang pamer diri, apalagi mengenakan sejumlah barang berharga yang menempel dalam tubuhnya. Inilah hari  yang setiap orang bisa menikmati berbagai hidangan, tapi bukan untuk ajang memuaskan nafsu hingga makan berlebihan

Sebelum menunaikan shalat iedul fitri,  Rasulullah lebih dulu sarapan beberapa butir kurma dalam jumlah ganjil. Ketika menuju tempat shalat, Rasulullah biasa berjalan kaki seraya mengumandangkan takbir.

Apa yang diucapkan Rasululloh dan para sahabat ketika tiba hari raya?

فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).

Dalam merayakan hari raya, kita biasa menambahkan dengan ucapan lain. Misalnya, Minal Aidzin wal Faaizin, atau mohon maaf lahir batin. Tidak ada yang salah dengan ucapan itu, sepanjang tidak ada kata-kata yang mengandung dosa. Namun, masih banyak yang tidak faham dengan makna di balik ucapannya.

Ucapan permohonaan maaf bukan sekedar basa basi seharusnya diucapkan dari lubuk hati terdalam. Jika, kita memiliki salah kepada orang lain, tentu jangan menunda-nunda hingga hari raya. Segeralah memohon maaf, apalagi kepada orang tua, karena ridho Alloh tergantung mereka.