Oleh Kholis Bakri
MKI-Media. Memasuki bulan Muharram di tahun 1446 hijriah marilah kita kembali bertanya pada diri kita, amal apa yang sudah kita lakukan sebagai bekal akhirat?
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS Al Qashshash: 77)
Kita tidak dilarang untuk mencari dunia. Carilah seolah-olah kamu hidup seribu tahun, namun Ingatlah semua kita kumpulkan tidak akan kita bawa mati kecuali harta yang disedekahkan.
Semua yang kita lakukan di dunia bisa bernilai ibadah jika semuanya diabdikan karena Allah dan untuk Allah semata. Hidup di dunia tak berarti kita menutup mata dan telinga justru diharuskan untuk melihat dan mendengar apa yang terjadi di sekeliling kita, karena inilah sesungguhnya tugas sebagai khalifah di muka bumi
Allah Jalla Jalaaluh telah menganugerahkan beberapa bulan yang istimewa untuk kita antara lain bulan Muharram. Bulan Muharram disebut oleh rasulullah sebagai syahrullah atau bulannya Allah Karena itu bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafad Allah yaitu shahrulloh sebagaimana sabda rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam” (HR Muslim)
Imam Suyuthi mengatakan Muharram dinamakan syahrullah. Sementara bulan yang lain, tidak mendapat gelar ini karena Muharram merupakan nama yang dibuat pada masa rasulullah. Sementara pada zaman jahiliyyah, Muharram disebut shafar awal. Saat itu, masyarakat Arab sudah terbiasa memuliakan bulan ini sebagai bulan untuk gencatan senjata atau bulan perdamaian. Mereka tidak mau berperang pada bulan ini.
Pada bulan ini ada hari yang disebut Asyura atau tanggal 10 pada bulan Muharram berdasarkan sebuah riwayat “Penduduk Khaibar (mereka pada waktu itu orang-orang Yahudi) berpuasa pada hari ‘Asyura-’ dan selalu menjadikannya sebagai hari raya, mereka menghiasi wanita-wanita mereka dengan emas dan perhiasan mereka, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maka berpuasalah kalian pada hari itu” (HR Muslim)
Dalam hadist lain, Rasulullah saw, bersabda, “Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya” (HR Bukhari dan Muslim). Berpuasa di hari Asyuro tidak hanya ibadah sunnah bagi umat Islam ternyata berpuasa pada 10 Muharram, dahulu juga biasa dijalankan oleh orang orang Yahudi di Madinah
Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa nabi saw ketika datang ke Madinah menyaksikan orang yahudi berpuasa satu hari, yaitu Asyuraa (10 Muharram). Mereka pun berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah Rasululllah pun bersabda, “Aku lebih berhak mengikuti Musa as daripada mereka” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari)
Dalam riwayat lain, ibnu Abbas ra berkata ketika rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) berkata : “Ya Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani” Maka Rasulullah pun bersabda :”Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan)“ (HR Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra bahwa rasulullah saw bersabda : “puasalah pada hari asyuro, dan berbedalah dengan yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya“
Ibnu Qoyyim dalam kitab zaadul ma’aad menjelaskan urutan pertama yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya Para ulama berpendapat puasa tiga hari pada tangggal 9, 10 dan 11 sebagai kehati-hatian untuk memastikan seseorang mendapat puasa Asyura karena khawatir salah perhitungan. Puasa tiga hari juga bisa dimasukan sebagai puasa tiga hari pada pertengahan bulan atau ayyumul bidh
Hari itu menjadi istimewa banyak peristiwa sejarah yang dilalui oleh para nabi. Berdasarkan hadist shohih riwayat Bukhori Muslim, pada hari itu Nabi Musa alaihissalam berhasil membebaskan kaum bani israel dari kejaran firaun dan pasukannya. Dalam hadist lain disebutkan “Ini adalah hari dimana berlabuhnya kapal Nabi Nuh ‘alaihissalam diatas bukit Judi, lalu Nabi Nuh ‘alaihissalam dan Musa berpuasa karenanya sebagai tanda syukur”
Dalam riwayat lain, banyak kisah nabi yang berkaitan di bulan Muharram, bahwa Allah menerima taubat Nabi Adam setelah beratus ratus tahun memohon ampunanNya. Nabi Ibrahim alaihissalam lahir dan diangkat menjadi nabi pada tanggal 10 Muharram dan Allah pun menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kekejaman Raja Namrud dengan mendinginkan panasnya api sehingga tak bisa membakar tubuhnya.
Konon pada hari Asyura pula Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Isa alahaissalam dari kejaran pasukan Romawi kemudian mengangkatnya ke langit. Karena sesungguhnya bukan Nabi Isa yang disalib tapi salah seorang muridnya yang berkhianat dan diserupakan wajahnya dengannya.
Benarkah kisah kisah itu terjadi pada hari Asyura? Wallahu a’alam. Meskipun kisah kisah para nabi ini banyak diceritakan dalam Al-Quran, detail waktunya tidak dijelaskan secara rinci..
Dalam menghadapi tahun baru hijriyah seringkali kita salah menyikapinya. Mungkin kita berucap bila tahun baru masehi disambut dengan megah dan meriah kenapa kita tidak menyambut tahun baru islam dengan meriah pula. Inilah yang keliru, karena seluruh amalan ibadah kita harus mengacu pada sunnah nabi dan para sahabatnya
Tidak ada amalan khusus untuk menyambut bulan Muharram tapi ada sebuah hadist yang menyatakan “Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot, tertutup dosanya selama 50 tahun.” Hadist ini dinyatakan palsu oleh Addzahabi, Asy-syaukani dan Ibnu Jauzi
Menyambut tahun baru hijriyah cukup dengan mengingatkan kita bahwa bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian. Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat rasulullah saw bersabda “aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya” (HR Tirmizi)
Memasuki tahun baru hijriah merupakan momentum untuk kembali membuka peristiwa hijrah nabi dan memaknainya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: ”Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS At-Taubah: 20)
Begitu pula dalam hadits nabi riwayat An-Nasai menyebutkan bahwa syetan akan selalu menghadang manusia di tiga jalan yaitu di jalan menuju islam (iman) lalu di jalan menuju hijrah kemudian menghadangnya sekali lagi di jalan menuju jihad
Hijrah secara bahasa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam Islam hijrah bisa dimaknai secara fisik seperti hijrah kaum muslim dari Makkah ke Habasyah, karena begitu beratnya penganiayaan yang dilakukan kafir quraish. Kemudian, dilanjutkan dengan hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah. Inilah yang menjadi awal kemenangan umat islam menghadapi kafir quraish bahkan awal kejayaan umat islam menaklukan dua negeri adi daya Romawi dan Persia.
Hijrah bisa juga difahami secara makna yaitu meninggalkan kekufuran dan kesesatan menuju cahaya keimanan. Hijrah merupakan sebuah transformasi diri untuk mengubah akidah, pola fikir, akhlak dan ibadah serta perjuangan sesuai yang digariskan oleh Al-Quran dan sunnah nabi. Rasulullah bersabda “orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah” (HR Bukhari dan Muslim).
Inilah hijrahku, lalu apa hijrahmu?