Resume Kajian bersama Ust Ahmad Hanif, Lc, ME
Oleh Dwi Sundari Rusdi
MKI-Media. Amr bin Ash pernah diutus oleh rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk berperang kemudian bersabda, “semoga Allah menyelamatkanmu, memberikan ghanimah dan aku berharap engkau mendapat harta yang baik.” Lalu, Amr pun berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidaklah memeluk Islam karena ingin mendapatkan harta, tetapi karena kecintaanku terhadap Islam dan berharap bisa bersamamu.” Maka beliau bersabda: “Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih.” (HR. Ahmad)
Bagaimana kaidah harta dalam Islam?
Harta sejatinya milik Allah. Manusia hanya diberi amanah untuk menggunakan dan memanfaatkannya. Manusia itu bisa menciptakan dengan menambah nilai harta Misalnya benang menjadi kain dan besi menjadi peralatan. Siklus harta meliputi : Penciptaan ➡️pengumpulan➡️ penjagaan ➡️pemurnian dan penyebaran
Dalam proses mencari harta, manusia bisa mengumpulkan dan mengakumulasikan hartanya, setelahnya harta itu disimpan dan dijaga.
Untuk pemurnian harta haruslah diperhatikan ada hak orang lain dari harta yang dimiliki, oleh karena itu harus dibersihkan dengan memberikan hak orang lain sesuai dengan tata aturan dengan penyebaran yang benar. Penyebaran harta bisa dilakukan dengan kerja sama, membuka lapangan kerja, bersedekah dan lain lain.
Manusia adalah penerima dan menjaga amanat dari Allah SWT, Adam as adalah Khalifah (penerima mandat) dari Allah. Begitupun perihal harta dimana kita bukan pemilik absolut. Allah telah memberikan aturan dalam memanfaatkan dan menjaga amanat harta ini.
Karena kita wajib memberikan kepada mereka sebagian “harta Allah” Dalam harta kita ada hak orang lain Sebagaimana firman Allah, yang artinya : “Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta” (QS Adz-Dzariyat: 19)
Tidak akan tuntas kehidupan kita menuju akhirat jika tidak menunaikan hak orang lain dalam harta yang dititipkan kepada kita. Jangan berfikir baik jika orang mengumpulkan harta untuk keamanan anak dan cucunya tapi tidak mengeluarkan sebagian hak orang lain
Karena di akhirat nanti, apa yang mereka ambil itu akan Allah kalungkan di leher mereka. Mengapa manusia yang bukan pemilik sebenarnya menahan nahan hak orang lain?
Manusia itu biasanya dan tentu akan meninggal maka apa yang dihasilkan akan hilang hak miliknya dan harta itu dikembalikan kepada Allah, oleh karena itu Allah tentukan hukum warisnya
Mengumpulkan harta tanpa mengeluarkan hak orang lain adalah sifat tercela. Padahal, harta itu wajib dikeluarkan zakatnya, sebagaimana disebutkan dalam At Taubah ayat 103. Artinya:”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.
Menyimpan harta itu diperbolehkan akan tetapi yang mengumpulkan harta dan menghitungnya Itu tercela jika tidak mengeluarkan kewajiban. Diantara hak-hak yang wajib dikeluarkan telah kita lakukan ramadhan yang lalu adalah zakat fitrah, zakat mal. Selain itu ada kewajiban nafkah dalam agama untuk keluarga
Allah berfirman dalam surat Al jumu’ah ayat 9, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
Di ayat selanjutnya, ayat 10 dijelaskan bahwa artinya: “Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.
Kewajiban tidak hanya sholat, kajian di majelis, bekerja adalah sebuah ibadah juga. Setelah sholat Allah perintahkan untuk mencari karunia Allah (ikhtiar dengan bekerja), titik berat nya disini “ibadah dulu baru bekerja” jadi jangan lalaikan waktu sholat diawal waktu karena alasan bekerja.
Islam tidak membiarkan ada tanah yang tidak manfaat atau terlantar. Jadi jika ada tanah yang kosong sebaiknya dimanfaatkan agar lebih produktif dan disampaikan kepada orang yang memiliki motivasi supaya lebih aktif dalam aktivitas kegiatan ekonomi
Dalam rangka menjaga harta ada larangan bersikap mubazir, sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS Al Isra: 26)
Dalam konteks ini, ada pemahaman, yaitu yang disebut dengan 1) Israf : menggunakan harta pada yang mubah tapi melebihi batas sewajarnya 2) Tabdzir : menggunakan harta berapa pun jumlahnya tapi untuk hal yang haram
Kelebihan harta kita bisa digunakan untuk kegiatan yang lain sesuai aturan dalam agama. Harta yang digunakan untuk israf dan tabdzir akan menimbulkan dosa dan meningkatkan aktifitas ekonomi yang haram
Zakat adalah salah satu cara mensucikan harta. Harta kotor itu membahayakan walaupun tidak secara lahir tapi kita harus introspeksi. Jika harta kita hilang dengan cara cara yang tidak sewajarnya, itu harusnya menjadikan kita menyadari, mungkn harta kita yang belum dibersihkan
Jangan sampai perbedaan fiqih menjadi alasan bagi kita tidak mau mengeluarkan hak Allah dalam harta kita. Pemberi akan mengikis sifat tamak, serakah dan kikir. Sedangkan, pada penerima akan mengikis rasa iri, dan dengki.
Kikir atau bakhil dalam bahasa agama adalah celaan bagi mereka, bukan karena tidak meminjamkan uang tapi lebih kepada perilaku tidak mau mengeluarkan kewajiban dalam hartanya yang didalamnya ada hak orang lain.
Zakat itu wajib dan akan memberikan manfaat bagi yang memberi dan menerima Berbagi harta dalan Islam bisa berbentuk infak, wakaf dan sedekah. Hanya keimanan yang mendorong kita untuk mengeluarkan zakat atau pun kewajiban lain yang berhubungan dengan harta. Wallahu ‘alam