Oleh Kholis Bakri
Allah Ta’ala berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin dan pengawal yang bertanggongjawap terhadap kaum perempuan, oleh kerana Allah telah melebihkan orang-orang lelaki (dengan beberapa keistimewaan) atas orang-orang perempuan, dan juga kerana orang-orang lelaki telah membelanjakan (memberi nafkah) sebahagian dari harta mereka…. (QS An-Nisa: 34)
Menurut para ulama ada 5 makna yang dimaksud dengan Qowwamah sebagaimana disebut dalam ayat tersebut, yaitu:
- Fungsi tiang yaitu tempat untuk menyokong, menyanggah, memperkuat, atau bahkan tempat untuk bersandar. Jika seorang istri lelah, atau kurang bersemangat atau lagi bersedih, maka bersandarlah kepada suaminya. Karena, dia itu tiang baginya. Karena itulah, tiang harus kokoh dan tidak boleh rapuh.
- Seorang pemimpin memang harus mengurusi semua urusan yang terjadi dalam wilayah kepemimpinannya, meskipun tidak terjun secara langsung, paling tidak pemimpin tersebut apa yang terjadi dalam wilayahnya.
- Pencari nafkah. Seorang suami wajib menafkahkan sebagian rezekinya. Dalam ini disebutkan hanya sebagian tidak seluruhnya. Adapun jika istri terpaksa harus bekerja karena kebutuhan ekonomi, maka itu hanyalah sebagai amal sholih dari istri dan bukan menjadi kewajiban baginya.
- Mengayomi, Melindungi, dan Mengasihi
- Adil dan Stabil. Adil dan stabil yang dimaksudkan adalah dalam pemutusan suatu perkara.
Untuk memiliki karakter tersebut, apa yang harus dilakukan oleh orang tuanya. Pendidikan di usia dini menjadi sangat penting dalam menanamkan kualitas qowwamah., yaitu dimulai dengan menguatkan fondasi akidahnya.
Karena itulah, ikutilah siroh nabi. Fase penguatan fondasi itu disebut fase makkiyah, karena ketika itu para sahabat baru mengenal Islam, sehingga Allah pun menurunkan ayat-ayat yang membahas tentang penanaman karakter iman berupa iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, hari kiamat dan Qadha serta Qadar.
Sebelum menahan beban berat (syariat), mereka harus memiliki fondasi yang kuat. Jika kita melihat rata-rata ayat-ayat Makkiyah belum ada syariat yang memberatkan mereka. Karen itulah, kurikulum pendidikan Islam yang sesuai untuk anak-anak adalah kurikulum fase Makkiah. Ibarat pohon: ada akar, batang pohon dan buah. Aqidah adalah akar, Syariah adalah batang dan akhlaq adalah buahnya. Akar yang baik, dan kuat akan menghasilkan batang serta buah yang bagus.
Dari Jundub bin Abdillah radiyallahu anhu beliau berkata: “Dahulu kami ketika pemuda bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kami belajar iman sebelum Al Qur’an kemudian setelah kami belajar Al Qur’an bertambahlah keimanan kami. Sedangkan kalian sungguh pada hari ini justru belajar Al-Qur’an dulu sebelum belajar iman” (HR At Thabrani, Al Baihaqi, Ibn Majah)
Karakter Makkiyah dalam mendidik anak usia dini adalah berkisah. Metode berkisah memiliki peran penting di dunia pendidikan dan memiliki banyak kelebihan serta keistimewaan. Berkisah bisa menjadi motivator yang mudah dihadirkan kapan saja dan cocok untuk semua usia. Nasehat yang tidak menyakiti pendengarnya, dan memiliki pengaruh besar bagi anak jika dilakukan dengan menjiwai.
Kalau kita lihat, di dalam al-Quran materi berkisah mencapai sepertiganya, bahkan Allah memerintahkan kita untuk mengambil pelajaran darinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Qs.Yusuf:111)
Maka, tanyalah diri kita sendiri apa yang sudah kita lakukan untuk mengokohkan keimanan anak laki-laki kita? Salah satunya dengan cara berkisah,, (bersambung)
Wallahu ‘alam