Arrahman Arrahim: Asma’ul Husna The Series (Bagian 2)
Oleh: Nina Ginasari
Perbedaan pendapat para ulama tentang perbedaan nama Allah Ta’ala “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim” memberi banyak pelajaran kepada kita. Mana yang paling tepat?
Pendapat yang lebih kuat:Di antara dua pendapat tersebut, pendapat yang -insyaa Allah- lebih tepat adalah pendapat ke dua. Hal ini berdasarkan dalil firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada seluruh manusia.”(QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menyebut sifat “rahiim” dan dikaitkan dengan semua manusia (بِالنَّاسِ). Sesuai dengan kaidah bahasa Arab, “manusia” di sini bersifat umum, mencakup muslim ataupun kafir, baik hamba-Nya yang shalih ataupun yang suka bermaksiat. Sehingga mengatakan bahwa “Ar-Rahiim” adalah rahmat yang khusus kepada hamba-Nya yang beriman itu tidaklah tepat berdasarkan ayat di atas. Sehingga yang lebih tepat adalah pendapat yang ke dua. Wallahu Ta’ala a’lam.
Sebagai orang mu’min yang terus belajar kita harus terbiasa dengan perbedaan pendapat para ulama selama tidak keluar dari dalil dan pemahaman awwal.
Jadi kurang tepat pendapat bahwa Allah ﷻ hanya memberikan Rahiim Nya untuk orang yang beriman. Karena bahkan orang kafir di neraka pun mendapatkan Rahiim Nya, yakni berupa pemberian siksa yang levelnya ringan.
Perbedaan antara “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim” lainnya adalah bahwa “Ar-Rahmaan” itu khusus untuk Allah Ta’ala. Sedangkan Allah Ta’ala terkadang mensifati sebagian hamba-Nya dengan sifat “rahiim”. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah [9]: 128)
Umat nabi-nabi terdahulu langsung diadzab saat mereka membangkang.
Berbeda halnya dengan ummat Rasulullaah ﷺ, yang tidak diadzab langsung seketika mereka berbuat dzalim.
Contoh kasus, kedzaliman kaum thaif tidak direspon sepadan oleh Rasulullaah ﷺ Karena adanya sifat Rahiim dalam diri Rasulullaah ﷺ, padahal di saat yang sama, malaikat sudah menawarkan bantuan untuk menghukum kaum Thaif yang dzalim.
Yang perlu diperhatikan adalah meskipun sebagian hamba memiliki sifat “rahiim”, sifat tersebut berbeda dengan sifat “rahiim” yang dimiliki oleh Allah Ta’ala. Karena sifat “rahiim” Allah adalah sesuai dengan keagungan, kebesaran dan kemuliaan Allah Ta’ala, dan sifat “rahiim” yang dimiliki hamba itu sesuai dengan yang layak untuk makhluk. Dan sifat Allah Ta’ala tidaklah sama atau serupa dengan sifat makhluk, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura [42]: 11).
Tak ada Yang sekufu dengan Allah ﷻ.
Belajar dari Sifat Allah ini, maka kita sebagai makhlukNya hendaknya juga mengasihi makhluk Allaah di bumi.
Wallohu ‘alam