Al Malik: Asma’ul Husna the series. (Bagian 1)
oleh : Nina Ginasari

Al Malik. Allaah adalah Sang Maha Raja.
Posisi Kita adalah hamba. Kita harus mengenali Rajanya Manusia. Maha Merajai-Raja Diraja. Diantara nama Allah adalah al-Malik ( الْمَلِكُ) dan al-Maliik ( الْمَلِيكُ). Hal ini berdasarkan firman Allah,

هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

“Dia-lah Allah Yang tiada Rabb (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala keagungan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Hasyr: 23)

فِي مَقۡعَدِ صِدۡقٍ عِندَ مَلِيكٍ مُّقۡتَدِرِۢ

“Di tempat yang disenangi di sisi Rabb Yang Maha Berkuasa.” (al-Qamar:55)

Adapun dalil dari hadits di antaranya,

يَقْبِضُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى الْأَرْضَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَيَطْوِي السَّمَاءَ بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا الْمَلِكُ، أَيْنَ مُلُوكُ الْأَرْضِ؟

Pada hari kiamat, Allah subhanahu wa ta’alaakan menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya. Lalu Allah berfirman, “Akulah Maharaja, di manakah raja-raja bumi?” (HR. al-Bukhari dan Muslim, hadits sahih)

 

Arti Nama Allah Al-Malik

Syaikh Abdurahman as-Sa’di رَحِمَهُ ٱللَّٰهُ berpendapat bahwa arti nama Allah al-Malik dan al-Maalik ialah Yang milik-Nyalah kerajaan. Allah subhanahu wa ta’aladisifati dengan kerajaan, yang bermakna memiliki sifat-sifat kebesaran, kesombongan, pemaksaan, dan pengaturan; Yang Memiliki pengaturan yang mutlak dalam hal penciptaan, perintah, dan pembalasan. Milik-Nyalah seluruh alam semesta bagian atas dan bawahnya. Semuanya adalah hamba dan budak-Nya. Semuanya membutuhkan bantuan-Nya.

As-Sa’di rahimahullah juga mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa Dia adalah pemilik seluruh yang ada di langit dan di bumi sehingga semuanya adalah hamba Allah dan budak-Nya. Tidak seorang pun keluar dari lingkup ini.

Mau tidak mau, suka atau tidak, kita adalah hamba.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِن كُلُّ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ إِلَّآ ءَاتِي ٱلرَّحۡمَٰنِ عَبۡدًا

“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Rabb Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba.” (Maryam: 93)

Allah-lah Yang Maha Memiliki seluruh hamba; Dia Yang Memiliki sifat kepemilikan, mengatur, menguasai, dan kesombongan.

Sombong adalah selendangnya Allah, karena Allah berhak untuk sombong.

Di antara kesempurnaan kerajaan-Nya, tidak ada siapa pun yang bisa memberi syafaat di hadapannya kecuali dengan izin-Nya. Semua makhluk yang berkedudukan dan semua pemberi syafaat adalah budak dan hamba bagi Allah. Mereka tidak mampu memberi syafaat sampai Allah subhanahu wa ta’ala memberikan izin kepada mereka.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُل لِّلَّهِ ٱلشَّفَٰعَةُ جَمِيعًاۖ

“Katakanlah bahwa syafaat seluruhnya hanya milik Allah.” (az-Zumar: 44)

 

Tauhid sebagai kunci.

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memberi izin kepada siapa pun untuk memberi syafaat kecuali kepada yang Dia subhanahu wa ta’alaridhai. Sementara itu, Allah subhanahu wa Ta’ala tidak meridhai syafaat kecuali kepada hamba yang mentauhidkan-Nya dan mengikuti Rasul-Nya. Barang siapa tidak memiliki sifat tersebut, dia tidak akan mendapatkan syafaat.

Maka salah saat kita hanya berharap pada Qur’an saja tanpa berpikir bahwa hakikatnya berasal dari Allaah ﷻ.

Apalagi menempel sticker ayat kursiy di gerobak dagangan. Seluruh syafaat hakikatnya adalah dari Allaah semata, atas izin Allaah ﷻ saja.

Ibnul Qayyim رَحِمَهُ ٱللَّٰهُ menjelaskan bahwa hakikat sebuah kerajaan akan sempurna dengan kemampuan memberi, menghalangi, memuliakan, menghinakan, memberi pahala, memberi sanksi, murka, ridha, memberi kekuasaan, mencopot kekuasaan, memuliakan yang pantas dimuliakan, dan merendahkan yang pantas direndahkan.

Malikul Mulk.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلۡمُلۡكِ تُؤۡتِي ٱلۡمُلۡكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلۡمُلۡكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُۖ بِيَدِكَ ٱلۡخَيۡرُۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ قَدِيرٌ ٢٦ تُولِجُ ٱلَّيۡلَ فِي ٱلنَّهَارِ وَتُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِي ٱلَّيۡلِۖ وَتُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَتُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّۖ وَتَرۡزُقُ مَن تَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ ٢٧

Katakanlah, “Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (Ali Imran: 26—27)

Di bulan Muharam, dalam catatan sejarah untuk menunjukan kekuasaan Alloh:

  • Nabi Yusuf yang diselamatkan dari sumur.
  • Nabi Yunus yang diselamatkan dari perut ikan.
  • Nabi Ibrahim yang selamat dari API yang membakarnya.
  • Nabi Musa yang selamat dari kejaran Firaun.
  • Nabi Adam yang dimasukkan ke dalam surga.

Hal-hal di atas hanya dengan kedalaman iman bisa dipahami, karena tidak bisa dijangkau dengan dangkalnya logika.

Wallohu ‘alam