Oleh KH. Budi Ashari

 

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلاً

(الأحزاب: 23)

 

“Dengan penuh ketinggian dan kebanggaan, izzah dan kemuliaan, Hamas mengucapkan belasungkawa untuk masyarakat Palestina, masyarakat Arab dan Islam serta seluruh orang-orang merdeka di seluruh dunia atas syahidnya salah satu laki-laki yang paling mulia dan paling pemberani, laki-laki yang menahbiskan hidupnya untuk Palestina, mempersembahkan nyawanya di jalan Allah demi membebaskan Palestina, dia telah jujur di hadapan Allah maka Allah pun memenuhi keinginannya, dia telah dipilih Allah untuk syahid bersama para syuhada’ sebelumnya. Kami mengucapkan belasungkawa atas pemimpin besar, saudara kami mujahid Asy Syahid Yahya As Sinwar Abu Ibrahim.”

Demikian pengumuman resmi yang disampaikan oleh Hamas melalui juru bicaranya Khalil Al Hayyah dengan bahasa kata, bahasa tubuh dan wajah yang tegas, tegap, mantab tanpa getar sedikit pun pada jam 15.00 waktu Mekah pada hari Jumat 18/10/2024 di siaran TV Al Jazeera.

Yahya Sinwar, akal utama Taufan Al Aqsha telah mendapatkan kematian yang diidamkannya dan hadiah terbesar penjajah yang sudah lama ia inginkan. Kematian yang membuat iri setiap orang yang memikirkan tentang cara terbaik meninggalkan dunia ini.

Karya besarnya telah dibicarakan dunia sejak masih hidup dan masih akan terus hidup sampai kapan pun. Bahkan akan dicatat di baris pertama tentang kisah pembebasan Palestina dari najisnya zionis terlaknat.

Berikut ini kronologis syahidnya Yahya As Sinwar berdasarkan video yang disebarkan oleh Israel kemudian direka ulang oleh TV Al Jazeera, mirip dengan yang ditulis sebelumnya oleh Haaretz, media Israel:

 

Pasukan Israel melihat ada tiga orang yang berlari di daerah Tal As Sulthan, Rafah. Mereka pun ditembaki. Maka ketiganya berpencar. Salah satu dari mereka memasuki sebuah rumah. Orang yang sendirian masuk ke dalam rumah itu melemparkan dua granat ke arah gerombolan pasukan Israel tersebut, hingga menyebabkan salah satu dari tentara Israel terluka parah. Pasukan menerbangkan drone untuk mengetahui pejuang yang ada dalam rumah tersebut dan gambar yang didapat adalah seorang laki-laki yang menutupi wajahnya dengan sorban keffiyeh Palestina sedang terluka duduk di atas sebuah kursi. Orang itu terlihat melempar kayu ke arah drone. Pasukan Israel segera meminta bantuan tank yang datang untuk menembaki rumah tersebut. Dan di situlah As Sinwar syahid.

Bukan hanya saat masih hidup Abu Ibrahim As Sinwar memimpin dan menginspirasi perjuangan. Bahkan saat sudah jasad sudah berkalang tanah pun, ia masih menitipkan banyak pesan perjuangan. Berikut di antaranya:

–          Pasukan Israel sama sekali tidak mengetahui identitas ketiga orang tersebut. Bahkan peristiwa tembak menembak ini terjadi pada hari rabu (16/10). Dan mereka baru mencurigai bahwa pejuang yang meninggal dalam rumah itu adalah As Sinwar pada Hari Kamis (17/10) ketika mereka menemukan jasad tersebut saat melakukan penyisiran daerah tersebut.

Dengan sangat sederhana, Abu Ibrahim mengubur mitos Israel yang disebut-sebut sebagai salah satu pasukan terbaik di dunia dengan kehebatan intelijen dan kecanggihan senjata. Orang nomer satu yang paling dicari Israel ini tidak meninggal dengan operasi militer berdasarkan data intelijen. Tapi karena kebetulan.

–          Abu Ibrahim hanya bersama dua mujahid lainnya, tapi mereka berpencar dan ia meninggal sendirian dalam rumah itu.

Abu Ibrahim dengan telak membantah dengan syahidnya pengumuman resmi Israel bahwa ia dituduh selalu bersembunyi dalam terowongan dan menggunakan para tawanan sebagai tameng hidupnya. Sebuah kedunguan dan kebohongan zionis yang telah tersingkap.

Abu Ibrahim juga menitipkan perih dalam hati setiap kita yang masih ada sedikit detak kehidupan; bahwa bangsa Palestina telah lama sendirian dalam perjuangan dan siap untuk terus sendiri, saat saudara sebangsa Arabnya adalah boneka yang berpesta dan saudara muslim lainnya seakan tiada. Bahkan pemimpin tertinggi mereka pun syahid sendirian di dalam sebuah rumah yang sudah ditinggalkan. Bukankah, semua akan menghadap Allah sendiri-sendiri.

Abu Ibrahim mengajari kita untuk memunguti sisa-sisa keberanian yang telah terserak di sepanjang jalan dosa. Bahwa hidup diawali dengan keberanian melangkah di dunia untuk selanjutnya berani mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah. Abu Ibrahim, simbol keberanian yang telah lama mati.

–          Abu Ibrahim dan kayu terakhir. Dia menghabiskan seluruh usianya untuk tidak rela tunduk apalagi menyerah pada kehinaan. Perlawanan dan perlawanan. Dengan semua cara. Dan apa saja yang dimilikinya. Pengorbanan dan pengorbanan. Sampai kayu terakhir.

–          Abu Ibrahim syahid dengan keberadaan beberapa benda menempel di badannya. Jubir militer Israel menyebutkan bahwa As Sinwar memakai rompi pelindung, terdapat beberapa peluru dan beberapa granat, memegang pistol dan uang 40.000 Shekel (mata uang Israel).

Uang dan senjata. Itulah jihad yang disebut berkali-kali dalam Al Quran. Dengan jiwa dan harta. Abu Ibrahim mengingatkan tentang harta yang harus diberangkatkan untuk mengukir keutamaan jihad dalam hidup kita.

Bukan As Sinwar kalau biasa saja. Pistol bukan sembarang pistol. Pistol yang dibawa As Sinwar pun punya kisah heroik. Pistol yang ditemukan bersama jasadnya adalah jenis Glock 19. Di berbagai kesempatan pertemuan besar di Gaza, Abu Ibrahim suka mengacungkan pistol ini. Pistol ini bukan jenis pistol para mujahid Palestina. Israel menyatakan bahwa pistol ini adalah pistol milik salah satu tentara mereka. Ini kisah 2018 ketika ada upaya penyusupan tentara Israel ke Khan Yunis. Mereka dicegat oleh patroli Hamas. Salah satu dari mereka tertangkap dan nyaris menjadi tawanan Gaza andai tidak ditembaki oleh pasukan Israel yang lain. Orang itu mati hina. Pistolnya diambil oleh pasukan Hamas dan dihadiahkan ke Abu Ibrahim As Sinwar.

Tahukah kalian nama tentara hina Israel yang mati hina tersebut? Namanya Mahmud Khairuddin. Pasti nama ini mengejutkan kita. Memang. Ia berasal dari sekte sesat Duruz. Inilah yang pelajaran yang ingin diberikan oleh Abu Ibrahim dalam syahidnya. Tentang pemikiran sesat dalam Islam yang sepanjang sejarah banyak berada di pihak musuh Islam saat muslimin sedang berjuang melawan musuhnya. Jadi, lihat saja di saat seperti ini siapa yang bersenang dengan kematian As Sinwar.

 

–          Abu Ibrahim sedang terlihat duduk di atas sofa saat drone memasuki rumah tersebut. Gambar yang kurang lebih sama dengan fotonya yang sudah lama tersebar. Ia duduk di sebuah sofa di alam terbuka dengan latar reruntuhan rumah yang disebutkan sebagai ruang kerjanya. Dan ia mengakhiri hidupnya dengan duduk di sofa yang semisal.

Abu Ibrahim, kelak anda duduk-duduk di sofa surga bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Ajak kami duduk bersama kalian…

–          Abu Ibrahim syahid di sebuah rumah. Di mana tersebar sebuah foto rumah tersebut saat masih bagus dengan tulisan dari pemiliknya: “Bertambah kebanggaan kami, anda syahid di rumah kami. Kami tebus dirimu dengan rumah kami, ruh kami dan semua yang kami miliki, wahai Abu Ibrahim.”

Di perang Taufan Al Aqsha, kita pernah membahas betapa Jenderal Ad Duwairi yang menjadi pengamat rutin Al Jazeera sangat bangga saat namanya disebut oleh mujahid yang menembakkan roket ke tank Israel: “Analisalah, wahai Ad Duwairi!” Ia menyebut panggilan itu sebagai lencana militer paling membanggakan sepanjang karir militernya.

Kita wajib berbangga ketika kita masih terus terhubung dengan bumi jihad dan para mujahid. Kita coba menempelkan nama kita di sepatu jihad mereka.

–          Dan Abu Ibrahim mengakhiri hidupnya dengan indah di sebuah tempat di perbatasan yang bernama Tal As Sulthan (bukit kekuasaan).

Seseorang tidak tahu ia akan mati di bumi mana. Dan Abu Ibrahim pun demikian. Tapi tempat syahidnya Abu Ibrahim menitipkan semangat tentang bukit kekuasaan yang sudah ada di perbatasan.

Sedikit lagi, jangan pernah lengah. Sedikit lagi, jangan melemah. Sedikit lagi, perjuangan ini tak kenal kalah.

Abu Ibrahim As Sinwar bukan pemimpin besar pertama yang pergi meninggalkan kita lebih dulu. Perjuangan tak akan pernah berhenti walau sedetik. Dan terbukti jihad terus berkobar. Dengan rahim yang masih terus mampu melahirkan As Sinwar, Haniyyah, Ar Rantisi, Ahmad Yasin berikutnya

Karenanya lantang tanpa ragu, Khalil Al Hayyah saat mengumumkan syahidnya Abu Ibrahim berkata:

“Untuk mereka yang pura-pura menangisi tawanan Israel yang ada di tangan kami: Mereka tidak akan kembali kepada kalian sampai kalian hentikan kedzaliman pada bangsa kami di Gaza, mundur total dari Gaza dan keluarnya para tawanan kami dari penjara-penjara penjajah!”

Dan akhirnya izinkan saya juga meminjam kalimat Khalil Al Hayyah teman seperjuangan Abu Ibrahim,

وإننا على عهدك يا أبا إبراهيم

ورايتك لن تسقط، بل ستظل خفاقة مرفوعة عالية

سلام عليك يا أبا إبراهيم

الرجل الزاهد العابد التقي

سلام عليك أسيرا

سلام عليك مجاهدا

سلام عليك قائدا

سلام عليك شهيدا

في جنة الخلد بإذن الله

سلام عليك إذ سيدون التاريخ أنك كتبت السطر الأول في حرب التحرير ونهاية الاحتلال في هذه الحقبة التاريخية المهمة من تاريخ جهاد ونضال شعبنا

رحمك الله أبا إبراهيم

وأسكنك الفردوس الأعلى مع النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا

وإنه لجهاد نصر أو استشهاد

“Kami berada di jalanmu wahai Abu Ibrahim

Panjimu tak kan pernah jatuh bahkan ia tetap berkibar menjulang tinggi

Keselamatan untukmu, wahai Abu Ibrahim

Lelaki zuhud, ahli ibadah dan bertaqwa

Keselamatan untukmu saat kau tawanan

Keselamatan untukmu saat kau mujahid

Keselamatan untukmu saat kau pemimpin

Keselamatan untukmu saat kau syahid

Di Surga keabadian biidznillah

Kesemalatan untukmu saat sejarah kelak mencatat bahwa kaulah yang menulis baris pertama di perang pembebasan dan berakhirnya penjajahan di dalam masa sejarah penting jihad dan perjuangan bangsa kita

Allah merahmatimu, Abu Ibrahim

Dan menempatkanmu di Surga Firadaus yang paling tinggi

Bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin, mereka sebaik-baik teman

Inilah jihad; kemenangan atau kesyahidan.”

 

TERPENUHINYA JANJI SANG KESATRIA

“Jika ucapan itu jujur, Allah akan mewujudkan keinginanmu.”

Begitulah kalimat Rasulullah pada seorang Badui yang menolak bagian rampasan perang yang diberikan kepadanya dengan berkata,  “Aku tidak mengikutimu demi ini. Aku mengikutimu agar aku bisa berperang di jalan Allah, lalu anak panah menembus ini (dia menunjuk kepada lehernya). Maka aku mati dan masuk surga.”

Sabda Rasulullah menegaskan sebuah sunatullah yang akan senantiasa berlaku pada para Kesatria yang mengikrarkan janjinya, sebuah janji berupa cita-cita syahid di medan jihad.

Hari ini, kita kembali menyaksikan terpenuhinya janji seorang Kesatria Islam yang cita-citanya telah dilontarkan dalam berbagai kesempatan.

Dalam sebuah orasi, ia pernah berkata mencurahkan isi hati dan cita-citanya,

“Hadiah terbesar untukku, yang penjajah bisa berikan kepadaku adalah dengan membunuhku dan aku jumpai Allah sebagai syahid lewat tangan mereka. Hari ini usiaku sudah 59 tahun, aku terus terang senang jika aku gugur oleh M16 atau roket daripada karena covid, karena stroke, kecelakaan atau kematian biasa layaknya manusia lainnya.”

Maka, selamat wahai Abu Ibrahim, sesungguhnya kami bersaksi bahwa Allah telah mewujudkan keinginanmu; kematian layaknya kesatria, bukan orang biasa.

Sungguh kepergianmu tak akan melemahkan para pejuang, karena kesyahidanmu akan menginspirasi mujahid lainnya untuk berlomba memenuhi janji mereka pada Rabb yang Maha Perkasa.