MERAIH KEUTAMAAN MUHARAM
Oleh Kholis Bakri
Namanya Muharam. Bulan pertama di tahun Hijriah ini merupakan salah satu bulan yang mulia. Bahkan, kemuliaannya ini tercatat dalam Al-Qur’an bersama tiga bulan lainnya, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Disebut juga syahrullah atau bulannya Allah, merujuk pada sebuah hadist nabi shallallahu alaihi wa sallam: “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R. Muslim)
Namun, di Indonesia, kemuliaan bulan Muharam diperingati juga dalam ragam ritual adat, mulai dari malam satu suro, jamasan atau mencuci benda pusaka hingga kirab syuro yang dipimpin kebo bule Kyai Slamet. Ada juga yang melarung sesaji di pesisir pantai Jawa sebagai persembahan untuk penguasa laut selatan. Bulan Muharam dianggap sebagai bulan keramat. Banyak pantangannya, seperti melarang menggelar hajatan atau pernikahan karena akan membawa petaka.
Aktifitas budaya yang tidak dipandu dengan syariat agama, justru yang akan membawa petaka. Karena, bisa terseret pada perbuatan syirik. Dosa paling besar yang tidak akan diampuni oleh Alloh. Upaya untuk meluruskan ritual adat ini sudah dilakukan oleh banyak ulama, .dengan merujuk pada Al Quran dan hadist nabi shallallahu alaihi wa sallam. Alloh Ta’ala mengagungkan bulan ini, sebagaimana dalam surat At-Taubah ayat 36:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهور عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu.”
Mendzolimi diri sendiri dengan berbuat dosa tentu dilarang di bulan apa pun. Tapi, dosanya lebih besar jika dilakukan di bulan harom karena kemuliaannya, salah satu di bulan Muharam. Qotadah rahimahulloh dalam Tafsir Ibnu Katsir, menjelasknan: “Sesungguhnya kezaliman pada bulan-bulan haram adalah lebih besar kesalahan dan dosanya dibandingkan kezaliman pada bulan-bulan lainnya. Meskipun kezaliman dalam setiap keadaan tidak diperkenankan, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan lebih besar suatu perkara sesuai kehendak-Nya…”
Sebagian ulama menguatkan bahwa Muharam adalah bulan paling mulia setelah ramadhan, sebagaimana pendapat Ibnu Rajab rahimahulloh, berdasarkan hadist nabi: “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Malam apakah yang paling baik dan bulan apakah yang paling utama?’ Beliau bersabda, ‘Sebaik–baik malam adalah pertengahannya, dan seutama–utamanya bulan adalah bulan Allah yang kalian sebut dengan nama Al-Muharram.’” (HR. An-Nasai)
Keutamaan berpuasa ini lebih ditekankan lagi pada tanggal 10 bulan Muharam. Nabi pernah ditanya tentang berpuasa di hari tersebut, lalu beliau menjawab, “Dan puasa hari Asyura saya berharap kepada Allah dapat menghapus (dosa) tahun sebelumnya.” (HR. Muslim).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ketika Rasulullah tiba di Madinah beliau melihat orang orang Yahudi berpuasa di hari Asyuro maka beliau bertanya hari apa ini? mereka menjawab, “ ini adalah hari istimewa karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuhnya. Karena itulah Nabi Musa berpuasa pada hari itu. Rasulullah pun bersabda,” aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian maka beliau berpuasa dan memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa
Saat ditanya oleh para sahabat, “Ya Rasulullah ini hari yang diagungkan oleh Yahudi, maka rasulullah pun menjawabnya, “jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharam kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan bahwa tujuan berpuasa di hari kesembilan adalah untuk menyelisihi orang-orang Yahudi, “Selisihilah orang Yahudi, berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh (di bulan Muharram).”
Namun, nabi tak sempat untuk berpuasa di tanggal 9 Muharam yang dilanjutkan dengan 10 Muharam pada tahun berikutnya, karena Alloh Azza wa Jalla telah memanggilnya. Nabi wafat pada 12 Rabi’ul awal pada tahun ke-11 hijriyah